Iri dan dengki adalah dua perasaan yang sering muncul dalam kehidupan manusia. Namun, Islam mengajarkan kepada umatnya tentang perbedaan antara iri yang diperbolehkan dan iri yang tidak diperbolehkan.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” [HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816]
Iri yang Tidak Diperbolehkan
Iri yang tidak diperbolehkan dalam Islam adalah perasaan iri yang timbul dari ketidakpuasan terhadap karunia Allah kepada orang lain, disertai dengan harapan agar orang tersebut kehilangan karunia tersebut. Iri semacam ini dianggap sebagai perasaan negatif yang merusak hati dan keimanan seseorang. Allah Subhanahu wa ta’alaa berfirman dalam Al-Quran:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang telah diberikan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari yang diberikan kepada sebagian yang lain. (Mereka itu) adalah golongan laki-laki dan golongan perempuan yang Allah telah diberi karunia lebih banyak dari (golongan) yang lain, dan (janganlah) mereka (yang diberi karunia) itu mengulurkan sebagian dari apa yang diberikan Allah kepadanya kepada golongan yang lain. Dan janganlah kamu lupa mengingat nikmat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4]: 32)
Pendapat ulama tentang iri yang tidak diperbolehkan:
- Imam Al-Ghazali rahimahullah: Iri yang tidak diperbolehkan adalah perasaan hasad (dengki) yang memunculkan keinginan agar orang lain kehilangan apa yang telah diberikan Allah.
- Imam Ibn Qayyim Al-Jawziyyah rahimahullah: Iri yang tidak diperbolehkan adalah tanda ketidakridaan terhadap ketetapan dan takdir Allah.
Iri yang Diperbolehkan
Di sisi lain, ada jenis iri yang diperbolehkan dalam Islam, yang disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits sebagai “iri yang baik” atau “iri yang sehat.” Iri yang diperbolehkan adalah perasaan yang mendorong seseorang untuk mengejar kebaikan yang sama tanpa merasa ingin merugikan orang lain. Allah Subhanahu wa ta’alaa berfirman dalam Al-Quran:
artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. Allah tidak hendak memberikan kepada kamu menurut yang telah diberikan-Nya kepada sebahagian kamu kepada sebahagian yang lain. Dan kepada Allah-lah dikembalikan (urusan) kamu (yang tidak sama). (QS. An-Nahl [16]: 71)”
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” [HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816]
Pendapat ulama tentang iri yang diperbolehkan:
- Imam Al-Qurtubi rahimahullah: Iri yang diperbolehkan adalah dorongan positif untuk mengejar kebaikan dan kualitas yang sama dengan orang lain tanpa ada niat buruk.
- An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh. Ghibthoh adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.
Iri dan dengki adalah perasaan yang ada dalam diri manusia, tetapi Islam mengajarkan perbedaan antara iri yang tidak diperbolehkan dan iri yang diperbolehkan. Iri yang tidak diperbolehkan adalah yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sementara iri yang diperbolehkan adalah yang mendorong seseorang untuk berusaha lebih baik tanpa merugikan orang lain. Semua perasaan ini harus dikendalikan dengan niat yang tulus dan kesadaran akan ketetapan Allah. Sebagai muslim, kita harus berusaha untuk menghindari iri yang merusak dan mengembangkan iri yang sehat sesuai dengan ajaran Islam.